Sabtu, 22 Mei 2010

GLOBALISASI & MEDIA

GLOBALISASI & MEDIA
Dian Febriani/208000141
Makalah ini membahas tentang globalisasi berdasarkan kelebihan dan kekurangan globalisasi dalam hal teori. Sehingga sentralitas media dan komunikasi merupakan ciri utama dari globalisasi. Dan dengan muncul organisasi supranasional maka globalisasi berjalan dengan konsep free trade, neoliberalisme dan sejenisnya dengan penyebaran yang didukung oleh media global seperti CNN, Hollywood dll yang dipegang oleh penguasa kapitalisme.

I. Awal Mula dan Pemikiran-pemikiran Tentang Pengertian Teori Globalisasi
Berawal dari penurunan terhadap teori-teori media dan imperialisme budaya secara tiba-tiba. Pada awal 1990-an, teori-teori media dan imperialisme budaya telah menjadi marginal (tersisih) untuk perdebatan tentang komunikasi internasional. Penurunan ini adalah hasil dari politik dan kegagalan intelektual yang merupakan bagian dari kemunduran yang jauh lebih luas dari ide-ide dan pergerakan di tahun 1980-an. Dan hal ini berdampak bahwa konsep globalisasi telah menggantikan paradigma imperialisme budaya sebagai cara berpikir utama tentang media internasional. Dan kemudian, ide-ide baru ini mencerminkan sebagai pemikiran yang baru.
Teori globalisasi tidak bisa dipisahkan dari teori-teori general. Dan menilik pada teori-teori globalisasi menunjukkan bahwa teori tersebut dapat membentuk paradigma yang berbeda untuk memahami komunikasi internasional. Dalam hal ini, tidak ada satu teori globalisasi yang menguasai common assent (kesepakatan bersama). Sebaliknya, ada banyak persaingan tentang teori globalisasi. Tetapi disamping tidak adanya common assent tersebut, ada kesepakatan tertentu bahwa globalisasi berarti interconnectedness (terkait satu sama lain) yang lebih besar dari teori-teori general, dan diluar teori-teori general tersebut berbeda pada dasarnya. Ambil satu contoh konsep teori sosial yaitu modernitas yang berarti integrasi masyarakat ke modernitas kapitalis, dengan semua implikasinya terhadap ekonomi, sosial, politik, dan budaya.
Hal itu terurai pada beberapa pemikiran-pemikiran seperti Giddens dan Appadurai, globalisasi terbentuk di dalam dan melalui penyebaran modernitas. Sedangkan untuk Robertson, modernitas jelas merupakan proses yang berbeda dari globalisasi. Dan untuk Albrow dan Bauman sendiri, menurut mereka usia global itu adalah periode yang datang setelah modernitas. Dan akhirnya, ada penulis seperti Herman dan McChesney dalam bidang media, mengatakan kapitalisme adalah penguasa kategori usia, dan mereka menggunakan istilah 'globalisasi' untuk mengartikan sesuatu yang hampir tidak dapat dibedakan dari imperialisme. Maka untuk membedakan antara globalisasi dengan modern, maka diperlukan karakteristik dari globalisasi dan modernisasi itu sendiri dengan melihat ciri-ciri dari masing-masing keduanya yang antara lain adalah :

Ciri-ciri Globalisasi Ciri- ciri Modern
• Tranformasi komunikasi • Rasional
• Tranformasi teknologi • Tepat waktu
• Tranformasi informasi • Fungsi
• Tranformasi transportasi

Dari sekian penulis diatas belum ada yang menunjukkan adanya kesepakatan karena tidak semua penulis ini dapat dikelompokkan bersama-sama sebagai bagian dari arus yang sama. Bahkan antara teoritis yang berbeda secara radikal pada masalah sekunder atau yang kurang penting, untuk membentuk pemikiran yang cukup berbeda yang diberi label dengan paradigma globalisasi. Maka diperlukan untuk mensintesiskan paradigma globalisasi tersebut dengan mengidentifikasi karakteristik yang berbeda yang mendasari teori paling menonjol dari globalisasi. Dan teori-teori diatas dapat membentuk kerangka konseptual yang beroperasi tentang paradigma globalisasi.

II. ”Strong” dan ”Weak” Globalisasi dalam Teori
Dari para penulis yang telah memaparkan tentang globalisasi, mereka semua menggunakan kosakata globalisasi, tetapi sebenarnya beroperasi pada kerangka intelektual yang berbeda. Dalam kerangka konsep intelektual tersebut ada kelebihan dan kelemahan globalisasi dari teori. Kelemahan dari teori globalisasi mungkin terjadi bahwa ada modifikasi terhadap konsep yang digunakan dan kesimpulan yang digambarkan. Tetapi sistem pemikiran, paradigma yang mendasarinya, tetap sama seperti dalam periode sebelumnya. Sedangkan kelebihan dari teori globalisasi yang mendasari teori tersebut menjadi paling menonjol yang menunjukkan suatu hal baru yang radikal dari masa saat ini, baik objek pemikiran sosial dan teori-teori dan metode yang sesuai untuk studi teori ini berbeda dari sebelumnya. Perbedaan inilah yang membuat paradigma baru globalisasi.
Kelebihan dari teori-teori globalisasi menggambarkan dirinya secara radikal berbeda dari teori-teori sebelumnya. Ini menunjukkan bahwa dunia di mana kita ada saat ini secara radikal berbeda parameter dari masa sebelumnya. Dan ini akan menampilkan ciri, khususnya tingkat keterkaitan yang Strikingly new (baru menyolok). Sehingga bentuk-bentuk sosial baru ini menuntut cara-cara pemikiran baru yang sangat berbeda menyangkut teori-teori sebelumnya.
Ciri karakteristik dari global age (zaman global) adalah ciri generalisasi secara tidak lengkap yang hadir di masa sebelumnya. Masa globalisasi ini berbeda jauh bahwa kecenderungan pembangunan yang terjadi telah mencapai poin yang diakibatkan dari interaksi mereka yaitu suatu tatanan sosial baru. Sebuah contoh yang jelas yang bisa dipahami yaitu dalam kaitannya dengan media antara lain televisi global, yang didefinisikan karakter global yang berbeda dalam faktanya bahwa globalisasi dibentuk oleh serangkaian proses yang terkandung dinamis dari modernitas dan sebagai konsep yang mengacu untuk kompresi dunia dan kesadaran intenfikasi dunia sebagai keseluruhan.
Kita dapat mengatakan bahwa globalisasi membentuk era baru sejarah manusia. Dengan ini dimaksudkan, hukum konstitutif sosial tentang periode globalisasi pada dasarnya berbeda dengan periode sebelumnya. Ini dapat digambarkan sebagai masa kapitalisme, atau modernitas tinggi, atau bahkan masyarakat industri, yang tergantung pada posisi ideologis dari komentatornya. Tetapi kelebihan dari teori globalisasi menolak usaha penjelasan monocausal (sebab tunggal) dan menekankan kompleksitas dan ketidakpastian dari hubungan di dunia global, bahwa budaya global ekonomi baru dipahami sebagai suatu yang kompleks, tumpang tindih, tidak berkesinambungan yang tidak dapat lagi dipahami dalam center-periphery model (model pusat pinggiran yang ada). Kompleksitas ekonomi global saat ini berkaitan dengan disjunctures (tidak bersinggungan) antara ekonomi, budaya, politik yang hampir tidak mulai berteori (Colin.S 2007:129). Beck menyatakan bahwa "berbagai logika otonom dari globalisasi antara lain logika ekologi, budaya, ekonomi, politik, dan masyarakat sipil yang keberadaannya berdampingan dan tidak dapat dikurangi atau diruntuhkan satu ke yang lainnya”, sedangkan Held dan rekan-penulisnya mengatakan bahwa untuk menjelaskan globalisasi kontemporer sebagai produk dari logika ekspansif kapitalisme, atau difusi (penyebaran) global budaya populer, atau ekspansi militer, perlu satu sisi dan reduksionis (Colin.S 2007:130).
Teori-teori globalisasi umumnya sangat kritis terhadap upaya untuk menawarkan satu faktor yang menjelaskan dinamika media, atau bagian lain apapun dari sistem sosial. Dalam pandangan mereka (Beck, Held & Giddens), salah satu karakteristik kunci dunia kontemporer yang menandai itu dari periode sebelumnya adalah perlunya kompleksitas.
Di dunia Ketiga, modernitas hampir identik dengan penaklukan. Di bagian dunia ini, modernitas merupakan hasil proses modernisasi yang lebih berbobot sebagai Westernisasi (kebaratan). Kesemuanya itu melibatkan proyek-proyek kekuasaan yang jejak historisnya terbentang dari era penaklukan Dunia Ketiga, penyebaran imperialisme, dan dominasi kapitalisme Barat, hingga upaya-upaya kontemporer ke arah homogenisasi dan pencapaian konsensus global terhadap berbagai ide dan etika produk modernitas Barat (termasuk berbagai Marxisme, kapitalisme, liberalisme, dan positivisme).
Dalam istilah konvensional, era saat ini dalam sejarah umumnya ditandai sebagai salah satu globalisasi, revolusi teknologi, dan demokratisasi. Dalam ketiga wilayah ini, media dan komunikasi memainkan, pusat peran yang menentukan role. Ekonomi dan budaya globalisasi dijelaskan, tidak mungkin tanpa suatu sistem media global komersial untuk mempromosikan ”free Trade” (pasar global) untuk mendorong nilai-nilai konsumen. Inti dari revolusi teknologi adalah pengembangan radikal dalam komunikasi digital dan komputerisasi.

III. Sentralitas dari Media dan Komunikasi
Kelebihan dari teori globalisasi berpendapat bahwa globalisasi memiliki khas dan sosial baru yang dinamis di tempat-tempat yang cukup penekanan pada media dan komunikasi sebagai pusat realitas sosial kontemporer. Media komunikasi penting sebagai ciri utama globalisasi. Barker, misalnya, mengidentifikasi kemajuan teknologi dimungkinkan oleh jaringan digital dan menulis bahwa organisasi media memungkinkan untuk beroperasi pada skala global dengan membantu dalam proses komunikasi organisasi internal dan membiarkan produk-produk media yang akan didistribusikan di seluruh dunia. Dengan kata lain media massa didedikasikan untuk menyebarkan standar nasional dalam bahasa, budaya dan perilaku.
Ini dapat digambarkan pada sosok Bill Gates, dan Larry Ellison, atau bahkan Rupert Murdoch, yang merupakan pusat untuk mengemudi keterkaitan dunia, yang menghapuskan isolasi daerah, pengembangan dan integrasi global memfasilitasi mobilitas yang merupakan pusat dari zaman kontemporer. Apa pun pandangan-pandangan pribadi para pendukung mereka, teori-teori globalisasi mengenali bahwa sifat kegiatan usaha pengusaha tersebut melambangkan cenderung mendorong globalisasi.
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, bahwa globalisasi terbentuk di dalam dan melalui penyebaran modernitas dan didalam bidang media pun mengatakan kapitalisme adalah penguasa kategori usia, dan mereka menggunakan istilah 'globalisasi' untuk mengartikan sesuatu yang hampir tidak dapat dibedakan dari imperialisme. Dengan begitu teori-teori globalisasi mengenali tindakan tersebut sebagai unsur yang diperlukan dalam perubahan sosial, yang aktornya lebih disukai cenderung ke pengusaha (kapitalis).

IV. Tumbuhnya Organisasi Supranasional
Dengan munculnya organisasi supranasional (diatas negara seperti WTO, IMF dan Word Bank) membuat globalisasi menjadi berjalan dengan konsep Free Trade, neoliberalisme dan sejenisnya. Dengan begitu penguasa baru dunia telah datang yang kekuasaan mereka telah mengalahkan kerajaan Inggris raya. Lembaga-lembaga seperti IMF, Word Bank dan WTO ini adalah agen-agen negara-negara terkaya dimuka bumi khususnya Amerika Serikat yang dibentuk menjelang akhir PD II untuk membangun kembali perekonomian eropa, dengan memberlakukan sistem free trade, neoliberalisme dan sejenisnya itu yang mereka sebut sebagai ”resep global atau pembangunan global” yaitu dengan pinjaman/hutang/investasi, kemudian dengan meminjamkan uang ke negara miskin dengan syarat dapat memasuki ekonomi negara miskin dan perusahaan barat diperbolehkan untuk mengolah bahan mentah dan pasar dinegara tersebut, sehingga dengan hutang itu digunakan sebagai alat agar kebijakan lembaga-lembaga tersebut dapat diterapkan dibanyak negara-negara dunia ketiga (kondisi ini adalah negara termiskin yang sudah berada dalam lingkaran setan kemiskinan, mereka tidak bisa keluar bahkan penghapusan hutang pun tidak mampu menyelamatkan mereka dari perangkap kemiskinan karena banyak hutang diberikan dibawah tekanan lembaga-lembaga internasional atau kolusi pemerintah yang tidak memihak rakyatnya).
V. Munculnya Produk-produk Media Global
Hubungan sistem media global untuk pertanyaan imperialisme adalah kompleks. Pada 1970-an, banyak Dunia Ketiga dimobilisasi melalui PBB untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Budaya Organisasi untuk melawan imperialisme budaya Barat. Dunia Ketiga negara maju merencanakan untuk New World Information and Communication Order (NWICO) untuk membahas konsen mereka bahwa dominasi Barat atas jurnalisme dan budaya membuat hal itu hampir tidak mungkin bagi negara-negara yang baru merdeka untuk melarikan diri dari status kolonial. Konsen serupa tentang dominasi media AS terdengar di seluruh Eropa. Kampanye NWICO adalah bagian dari perjuangan yang lebih luas pada waktu itu oleh negara-negara Dunia Ketiga yang secara resmi menolak ketidakadilan ekonomi global yang dilihat sebagai warisan imperialisme. Kedua gerakan ini tertusuk pada neoliberalisme yang dipegang oleh Amerika Serikat dan Britania. Dan guna pembentukkan NWICO ini untuk mencegah kekuasaan akan informasi agar tidak terdesentralisasi, dengan kata lain untuk mengimbangi informasi dari negara center (Amerika) terhadap dunia ketiga.
Jurnalisme Global didominasi oleh layanan berita Barat seperti CNN, yang menganggap kapitalisme yang ada, Amerika Serikat, sekutu-sekutunya, dan motif mereka dalam cara yang paling dibayangkan. Sebagai contohnya budaya "Hollywood" dan momok budaya dominasi AS tetap menjadi perhatian utama di banyak negara, karena alasan yang jelas.
Namun, dengan perubahan ekonomi politik global, gagasan bahwa perusahaan media perusahaan hanyalah purveyors (penyetor) budaya AS yang kurang pernah masuk akal sebagai sistem media yang menjadi semakin terkonsentrasi, komersial, dan global. Media global raksasa adalah perusahaan multinasional klasik, dengan pemegang saham, kantor pusat, dan operasi yang tersebar di seluruh dunia. Sistem media global lebih baik dipahami sebagai salah satu bahwa kemajuan korporasi dan kepentingan komersial dan nilai-nilai dan denigrates (mencemarkan nama orang baik) atau mengabaikan hal yang tidak dapat dimasukkan ke dalam misinya. Tidak ada perbedaan dalam konten perusahaan, apakah mereka dimiliki oleh pemegang saham di Jepang atau Perancis atau memiliki kantor pusat perusahaan di New York, Jerman, atau Sydney. Dalam pengertian ini, perpecahan dasar bukan antara negara-bangsa, tetapi antara kaya dan miskin, di seberang perbatasan nasional.
Tapi itu akan menjadi kesalahan untuk gagasan bahwa sistem media global membuat batas-batas negara-bangsa dan kerajaan geopolitik yang tidak relevan. Sebagian besar aktivitas kapitalis kontemporer, jelas mayoritas investasi dan lapangan kerja, beroperasi terutama dalam batas nasional, dan negara-negara mereka yang memainkan peran kunci dalam mewakili kepentingan tersebut. Rezim seluruh dunia adalah hasil dari kebijakan politik neoliberal, mendesak oleh pemerintah AS.

Kesimpulan
Dari elemen-elemen diatas, hal itu membentuk dasar untuk menyimpulkan bahwa globalisasi merupakan paradigma baru yang merupakan struktur intelektual yang sebanding dengan sebelumnya. paradigma seperti ini yang dikembangkan dalam karya Lerner atau Schiller. Memang benar bahwa paradigma ini jauh kurang koheren (masuk akal), dan sulit untuk mengidentifikasi satu teori pusat yang diuraikan sebagai ciri utama yang dimiliki. Walaupun mungkin Appadurai menjadi calon yang kuat untuk teori tersebut. Namun demikian, hal itu merupakan sebuah cara untuk memandang dunia yang cukup berbeda dari orang lain untuk mendapat sebutan globalisasi. Versi yang kuat dari paradigma globalisasi menyatakan bahwa mereka secara radikal tentang teori-teori baru dikembangkan untuk memahami situasi dunia baru yang radikal. Untuk melakukan hal ini, perlu untuk mengembangkan yang baru dan metodologi non-reduktif.
Paradigma baru ini tidak membuat klaim langsung pada bentuk kegiatan praktis yang dapat menyebabkan perubahan sosial. Salah satu ciri utama zaman baru adalah sistem negara yang didominasi urusan dunia untuk empat abad terakhir, yang kini telah runtuh atau paling tidak di bawah tekanan yang berat. Hal ini diruntuhkan oleh perkembangan bentuk politik supranasional seperti Perserikatan Bangsa-bangsa dan Uni Eropa dan oleh pertumbuhan kekuatan perusahaan transnasional. Pada saat yang sama, ada kebangkitan lokalisme, baik yang spasial klasik dan bentuk relasional yang baru, meskipun terakhir adalah yang paling penting. Penurunan kekuasaan negara berarti bahwa itu tidak mungkin lagi untuk tujuan mengendalikan pusat atau pusat dalam urusan dunia, yang sekarang muncul sebagai kekacauan tanpa arah dan tanpa motif, walaupun kekacauan kreatif.
Globalisasi berarti modal, uang besar yang dapat dipindahkan kemana dan kapan saja dengan aman. Di Indonesia, globalisasi menimbulkan hutang dan hutang itu melahirkan kesengsaraan, pengangguran, krisis, privatisasi-banyak perusahaan Negara diprivatisasi. Akibatnya rakyat harus membayar mahal untuk kesehatan dan pengangguran (akibat rezim soeharto yang membuka free trade, neoliberalis). Globalisasi telah menyebabkan keadaan dunia penuh dengan ketidakadilan dan diskriminasi contohnya menggunakan buruh dunia ketiga sebagai tempat pengolahan ekonomi adalah bagian dari suatu “resep global atau pembangunan global” seperti dengan pinjaman, hutang dan investasi. Sehingga buruh menjadi korban eksploitasi karena pengangguran meningkat dan Indonesia yang tertimpa krisis ekonomi pada akhir 1990-an akibatnya hilang hak asasi manusia .(Kondisi ini akibat dari Indonesia tumbuh dari hasil penyatuan dengan ekonomi global sejak tahun setelah 1960-an)
Dan hal yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kondisi masyarakat Negara dunia ketiga adalah pada saat kita berbelanja, tanyalah tokonya :”dibuat dimanakah produk itu?”, ”kondisi kerjanya bagaimana?”, Tulislah surat keperusahaan dan katakan jika ingin kepastian bahwa produk itu berasal dari pabrik yang memperlakukan para buruhnya dengan adil yang mendukung hak buruh untuk membentuk organisasi. inilah cara yang sederhana yaitu bersikap sebagai konsumen yang terinformasi.
Sedangkan untuk bentuk atau tindakan lebih besar yang dapat dilakukan adalah ketika “Kesepakatan multilateral investasi” yang bisa membuat penguasa memaksa pemerintah mencabut peraturan yang tidak menguntungkan bisnis dan ketika hal itu diajukan kepada 29 negara adikuasa dan semua perusahaan multinasional terkaya serta lembaga-lembaga besar seperti WTO yang sudah mendunia maka diperlukan suatu model ekonomi global yang mempunyai pengaturan untuk hal tersebut disetiap Negara. Inilah system yang harus dimiliki internasional, jika berniat adil kepada Negara miskin, para buruh dan semua yang terkena pengaruh oleh “system produksi internasional” Karena, Dokumen US Command menuliskan “globalisasi ekonomi dunia juga akan berlanjut dengan memperlebar jurang antara ”yang kaya” dan ”yang Miskin”, maka diperlukan system pengaturan internasional untuk mengatur hal tersebut.
Pada bidang media massa dan sistem politik, produksi program dan artefak lain terjadi di tempat-tempat yang jauh lebih banyak daripada yang diakui oleh paradigma imperialisme, dan menghasilkan pertukaran program yang mengambil tempat berbeda didalam pasar di mana tidak ada satu pemain yang mendominasi. Di zaman baru ini, media massa sangat penting karena mereka adalah salah satu agen yang mewujudkan transendensi (menjadi sangat berkualitas) keterbatasan ruang yang merupakan ciri ciri globalisasi. Media ini begitu penting bagi pusat konstitusi globalisasi yang juga merupakan pembawa bentuk baru produksi budaya yang benar-benar global dalam lingkup yang mengatasi keterbatasan negara nasional tertentu baik dalam hiburan, berita dan current affairs, ada yang bersifat mendadak dan benar-benar lingkungan penyiaran global. Sehingga globalisasi dalam konteks media massa dan sistem politik tidak bisa ditolak yang dikarenakan segi kelebihan globalisasi tersebut tetapi segi kelemahan dari globalisasi itu pun mengarah kepada satu bentuk imperialisme budaya barat terhadap budaya-budaya lain yang penyebarannya didukung oleh media massa yang mengakibatkan hegemoni kekuasaan barat, kapitalisme, konsumerisme, hedonisme dan individualisme. Lantas idealnya apa yang harus dilakukan? Dan kontrol kekuasaan yang seperti bagaimana yang harus dilakukan?

Tinjauan Kritis
Mencermati realitas masyarakat di era globalisasi semakin mengarah kepada satu bentuk imperialisme budaya barat terhadap budaya-budaya lain. Imperialisme budaya yang dimaksud adalah, tergusurnya nilai-nilai kebudayaan lokal menjadi kebudayaan global. Proses imperialisme budaya yang terjadi tidak terlepas dari interest (kepentingan) dunia barat dengan mengekspor modernitas dan mempropagandakan konsumerisme melalui media global yang membentuk hegemoni pembentukkan budaya global sebagai satu bentuk ”American Cultural Imperialisme” dan proses percepatan nilai-nilai kapitalis dinegara-negara berkembang. Tanpa kita sadari proses imperialisme budaya inilah yang sedang terjadi dan menimpa masyarakat diseluruh dunia. Indikasi nyata dari proses imperialisme budaya ini yang nantinya akan membentuk budaya global adalah kuatnya arus konsumerisme, hedonisme, inividualisme, dan penyuguhan idol yang disuguhkan kepada masyarakat melalui berbagai acara hiburan seperti yang disiarkan oleh media-media yang dikemas dengan berbagai bentuk kemasan. Bahkan sihir-sihir tayangan dunia showbiz yang begitu menawan dan menyapu akal sehat. Manusia terus dijejali dengan cara berpikir pragmatis dan hedonis, untuk mengkonsumsi apa saja, dan menikmati hidup tanpa peduli apakah cara yang dilakukannya menghancurkan nilai-nilai akhlak dan agama. Jika liberalisasi dibidang moral ini terus berlangsung, maka krisis identitas sudah sampai pada titik kronis yang akan menjalar dan berjangkit ke seluruh sel-sel tubuh yang mengakibatkan ”kematian” imperialisme kebudayaan yang telah menghilangkan nilai-nilai ontologis dalam realitas kehidupan yang keras. Sehingga tidak mampu menjadi benteng pertahanan dalam melawan arus besar imperialisme. Dengan kondisi ini, lalu muncul suatu pertanyaan dimanakah peran agama dalam membendung nilai-nilai budaya global yang jelas-jelas bertentangan nilai-nilai agama yang di anut?, dan sejauhmana peran tokoh adat, ulama dan pemerintah dalam membentengi anak-anak membentengi negerinya dari kuatnya nilai-nilai imperialisme tersebut?.
Dan inikah sebenarnya yang dikatakan globalisasi, dengan adanya jurang pemisah yang begitu luas dan ketimpangan yang juga begitu meluas antara kaya dan miskin. Dan apakah desa global seperti ini yang disebut-sebut sebagai masa depan umat manusia ataukah ini semata-mata cara lama yang dahulu dilakukan pada zaman raja-raja dan sekarang diteruskan oleh perusahaan multinasional dengan berbagai lembaga keuangan dan pemerintah sebagai penopangnya. Bagi para penganut globalisasi, hanya globalisasilah yang dapat menyatukan manusia dari segala ras diseluruh negara dan bisa menghilangkan kemiskinan dan dapat menciptakan kekayaan secara merata. Justru yang terjadi adalah sebaliknya yang miskin menjadi semakin miskin sementara yang kaya menjadi semakin luar biasa kaya. Sisi keberhasilan ekonomi dari globalisasi adalah seseorang bisa membeli apasaja dengan menggunakan uang, tetapi ada sisi yang bertentangan dari sisi tersebut yaitu kehidupan seseorang yang tidak kaya seperti buruh .[ ]


DAFTAR PUSTAKA


Film Karya John Pilger berjudul “The New Rules of The World”. 2002

Karin Walh J and Thomas H. 2009. The Handbook of Journalism Studies. Routledge: New York.

Spark, Colin. 2007 .Globalization, Development and Mass Media. Sage Publications : London.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar